“Penyebab Hubaib Abu Muhammad lebih peduli pada akhirat daripada dunia adalah kehadiran beliau di pengajian Hasan Bashri. Nasehat Hasan Bashri sangat menyentuh perasaannya. Kemudian Hubaib keluar dengan keyakinan penuh pada Allah dan merasa yakin dengan jaminan dari Allah. Dia membeli dirinya dari Allah. Beliau bershadaqah sebesar 40.000 dirham di empat waktu. Beliau bershadaqah 10.000 dirham pada awal siang dan dia berkata, “Wahai Allah saya telah membeli diri saya dari Anda dengan shadaqah ini.” Kemudian beliau bershadah lagi sebesar 10.000 dirham dan berkata, “Ini sebagai rasa bersyukur, sehingga saya dapat berbuat seperti sesuai dengan tuntunan-Mu.” Selanjutnya beliau kembali bershadaqah sebesar 10.000 dirham dan berkata, “Wahai Allah!! Andaikan Engkau tidak menerima shadaqah saya yang pertama dan kedua, maka terimalah shadaqah ini.” Untuk keempat kalinya Hubaib menshadaqahkan hartanya sebesar 10.000 dirham dan berkata, “Wahai Allah!! Jika Engkau telah menerima ketiga shadaqah saya yang terdahulu, maka shadaqah kali ini sebagai rasa bersyukur atas diterimanya shadaqah saya yang terdahulu.” Di dalam 4 waktu bershadaqah, Hubaib Abu Muhammad bershadaqah dengan maksud sebagai ungkapan bersyukur. Pertama; bersyukur karena dapat berbuat sesuai dengan tuntunan Allah. Kedua; bersyukur karena 3 shadaqah terdahulu diterima Allah s.w.t. Mungkin sebagian orang merasa enjoy di lokasi perjudian. Enggan beranjak, walau sudah menang. Mereka begitu menikmatinya. Sebagian orang mungkin merasa senang menikmati minuman-minuman keras. Walau sudah mabuk, masih saja meminta tambah satu atau dua botol lagi. Yup, di luar sana berjudi dan minuman keras dianggap sebagai sebuah nikmat. Berbeda dengan tokoh kita di atas ini. Ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Allah, merupakan nikmat baginya. Mungkin sebagian kita ada yang merasakan kenikmatan menunaikan shalat. Orang tua kita tidak pernah merasa bosan atau malas untuk kembali menunaikan ibadah haji, walau harus banyak materi dan tenaga yang dikeluarkan. Tapi mengapa ingin terus berhaji? Apalagi kalau bukan karena nikmat menunaikan ibadah haji. Dari sinilah, kita dapat memahami mengapa para sahabat Rasulullah menginginkan seluruh bulan dalam setahun, bulan Ramadhan seluruhnya. Karena mereka begitu menikmati mengisi hari-hari dalam bulan Ramadhan. Ungkapan rasa syukur Hubaib merupakan penjelas bahwa dia tidak bangga –apalagi sombong- pada ibadah yang telah dilaksanakannya. Bukan itu saja, dia sadar bahwa tidak selamanya ibadah yang telah dilaksanakan diterima oleh Allah. Oleh karena itulah, dia kembali bershadaqah untuk yang ketiga kalinya, agar shadaqahnya kali ini dapat diterima Allah, jika shadaqah yang sebelumnya tidak diterima. Sikap ini juga menunjukkan bahwa Hubaib tidak mencari popularitas dalam beribadah. Dia hanya mengharapkan amalnya dapat menjadi bekalnya kelak. Bagaimana kalau ketiga shadaqahnya diterima oleh Allah? Apakah cukup sampai di sini? Ternyata tidak, dia kembali bersyukur apabila shadaqahnya diterima oleh Allah. Ungkapan syukurnya kembali dituangkan dalam bentuk shadaqah. Nikmat Allah memang tidak pernah dapat dihitung, oleh karenanya bersyukur juga tidak ada kata berhenti. Semoga kita dapat selalu bersyukur kepada Allah. Aaamiiin. |
Senin, 30 Agustus 2010
Bersyukur Tiada Kata Henti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar