MENU

Islamic Widget

Senin, 30 Agustus 2010

Memohonlah Kepada Allah


PDF Cetak E-mail

Sekitar 2-3 minggu yang lalu, di daerah tempat tinggal saya dikejutkan oleh sebuah berita. Salah seorang tetangga telah bunuh diri. Konon katanya, pria yang bunuh diri ini terlibat hutang. Beberapa hari sebelumnya, dia didatangi debt collector.

Permasalahan yang dihadapi kita beraneka ragam. Berat ringan permasalahan yang dihadapi tergantung diri masing-masing. Jenis permasalahan yang dihadapi juga bermacam-macam.

Ada yang terkait dengan pekerjaan. Sudah bertahun-tahun menganggur, namun belum juga mendapat pekerjaan. Untuk kasus seperti ini, banyak juga yang gantung diri. Coba aja cari di situs-situs internet.

Bagi tetangga saya, hutang dan tekanan dari debt collector merupakan persoalan yang berat terasa di pundaknya. Karena beratnya, dia tidak sanggup lagi memikul dan lebih memilih untuk bunuh diri.

Manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Pada suatu keadaan, dia merasa berat sekali menghadapi permasalahan. Kegelisahan menyelimutinya. Sementara asa di matanya, tidak kunjung datang.

Berbagai macam cara telah dijalani. Beraneka upaya tidak henti-hentinya dilakukan. Tapi tetap saja, usaha tidak merapat di dermaga keberhasilan. Lelah, penat terasa. Nah pada saat inilah. Di saat jalan terasa buntu, manusia biasanya mulai mengadukan permasalahannya kepada zat yang diagungkannya. Bagi umat Islam zat yang diagungkannya adalah Allah.

Kondisi manusia seperti ini digambarkan dengan indahnya di dalam ayat Al-Qur’an berikut ini. Dialah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur." (Al-Qur’an Surat Yunus (10):22)

Begitulah bila angin badai kehidupan dan gelombang kehidupan datang silih berganti, serta merasa tidak mampu lagi menghadapinya, maka pada saat itu, permohonan kepada Allah diajukan. Doa dipanjatkan dengan penuh keikhlasan, agar diri dapat bebas dari angin badai dan gelombang kehidupan. Mereka yang sebelumnya enggan memohon kepada Allah, namun ketika kondisi ini datang barulah, doa dipanjatkan.

Datangnya cobaan dan ujian kehidupan ternyata membawa hikmah yang berharga. Karena dengan datangnya cobaan dan ujian, manusia akan merasa kecil, lemah dan tidak berdaya. Dalam waktu yang bersamaan, manusia mengakui bahwa ada kekuatan di luar dirinya yang tidak dapat dilawannya. Dia harus mengakui, menerima bahkan meyakini adanya kekuatan itu, yang tak lain dan tak bukan, Allah Swt.

Coba bayangkan bagaimana bila angin badai itu tidak datang menerpa. Bagaimana andaikata persoalan, cobaan dan ujian tidak pernah mampir ke diri ini, mungkin kesadaran di atas tidak akan pernah ada.

Oleh karenanya, wajar saja andaikan para sahabat Rasulullah senang bila mendapat cobaan dan ujian. Sebab dengan itu, mereka dapat menginstropeksi diri. Datangnya cobaan hidup mengingatkan mereka bahwa diri mereka lemah dan hanya Allah-lah tempat kembali.

Bagi orang yang memiliki kesadaran tinggi, diberi peringatan tidak menjadi masalah. Dia tidak akan tersinggung, apalagi marah-marah. Karena dia diingatkan untuk kembali berjalan di jalan yang lurus. Dia akan kecewa dan sedih bila tidak ada orang yang mengingatkannya, apalagi bila ada yang mengetahui bahwa dirinya salah.

Karena datangnya cobaan hidup merupakan peringatan dari Allah, maka para sahabat menyambut dengan rasa suka cita dan bukannya bersedih. Sebab ini berarti, mereka masih diperhatikan oleh Allah. Mereka tidak dibiarkan tersesat dalam kehidupan.

Tapi tidak semua orang yang mendapat cobaan menjadi sadar. Menjadi sadar bahwa diri mereka lemah dan ada kekuatan di luar mereka. Kekuatan yang dapat dijadikan sandaran dan permintaan tolong. Orang jenis inilah yang akhirnya bunuh diri. Orang seperti ini tidak ada bedanya dengan orang atheis. Karena dia seolah tidak memiliki Allah Yang Maha Kuasa, Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Oleh karenanya, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Dibalik kesulitan ada kemudahan. (arnab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar