Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mati tanpa pernah berperang dan tidak pernah berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan memiliki salah satu cabang (sifat) kemunafikan.” (HR. Muslim) Abdullah bin Abbas ra. berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan (hasanât) dan kejahatan/keburukan (sayyiat), kemudian menjelaskan keduanya. Maka siapa yang berniat akan berbuat kebaikan kemudian tidak dikerjakannya, Allah mencatat untuknya 1 kebaikan, dan jika berniat kebaikan, kemudian dikerjakan, dicatat sepuluh kebaikan, mungkin ditambah hingga 700 kali lipat atau lebih dari itu. Dan apabila berniat akan berbuat kejahatan/keburukan dan tidak dikerjakan, Allah mencatat baginya satu kebaikan. Dan jika niat itu dilaksanakan, maka ditulis baginya satu keburukan." (HR ukhari dan Muslim) Dua hadits di atas menarik sekali untuk diperhatikan. Betapa tidak? Dengan niat, seseorang dapat dibedakan dengan yang munafik dan dengan yang tidak. Dengan hanya berniat untuk berperang di jalan Allah, membuat seseorang menjadi beda dengan orang yang munafik. Padahal kalau kita mengingat apa balasan Allah bagi orang munafik, tentu akan merasa ngeri. Orang-orang munafik akan ditempatkan Allah di keraknya neraka. Bukankah dengan mengingat keterangan ini, niat menjadi sesuatu yang penting? Hadits kedua juga tidak kalah menariknya. Hadits ini menekankan pentingnya kita untuk selalu berniat melakukan perbuatan amal shalih, jika belum mampu untuk mengerjakannya. Jika belum mampu menunaikan haji, maka berniatlah untuk menunaikan ibadah haji. Jika belum mampu untuk berkurban (memotong hewan kurban), maka niatlah. Jika belum bisa bangun malam untuk menunaikan shalat malam, niatlah! Bila seseorang senantiasa memiliki niat baik, Insya Allah dia akan selalu mempunyai kecendrungan berbuat baik. Seseorang yang sudah mempunyai kecendrungan dan keinginan seperti ini tinggal menunggu adanya kesempatan untuk berbuat baik. Seorang tidak dapat berbuat kemungkaran, bila dia tidak memperoleh kesempatan untuk mencuri misalnya, walaupun dia berniat untuk mencuri. Seorang tidak dapat berbuat kemungkaran, bila dia tidak berniat untuk mencuri misalnya, walaupun kesempatan itu ada. Demikian pula dengan berbuat baik dan amal shalih. Seseorang tidak dapat menunaikan haji, bila hanya ada kesempatan saja. Bukankah banyak orang yang memiliki harta yang cukup untuk menunaikan haji, namun dia tidak berniat untuk menunaikannya? Bukankah tidak sedikit orang memiliki kemampuan untuk berkurban, namun keinginan untuk melakukannya tidak ada? Pasanglah niat baik dan jagalah niat itu selalu hingga datang kesempatan untuk melakukannya. (arnab) |
Senin, 30 Agustus 2010
Selalulah Berniat Baik dan Jagalah Niat Itu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar